Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK)

Peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK) adalah peserta didik yang memiliki kebutuhan yang berbeda dengan peserta didik pada umumnya, baik itu kebutuhan fisik, mental, maupun emosional. Kebutuhan khusus tersebut dapat bersifat permanen atau sementara, dan memerlukan pendekatan dan strategi pembelajaran yang berbeda dari yang biasanya.

Pendidikan bagi PDBK haruslah inklusif, artinya semua anak memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karena itu, guru dan tenaga pendidik harus mempersiapkan diri dengan pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk mendukung perkembangan dan pembelajaran PDBK.

Pembelajaran bagi PDBK harus disesuaikan dengan kebutuhan individu, baik itu melalui penyesuaian kurikulum, metode pembelajaran, maupun penggunaan alat bantu atau teknologi yang memudahkan aksesibilitas mereka. Selain itu, pendidikan inklusif juga melibatkan interaksi antara PDBK dengan teman sebayanya, sehingga mereka dapat belajar dari satu sama lain dan membangun sikap empati dan toleransi terhadap keberagaman

Peserta didik berkebutuhan khususUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 5 Ayat 2, 3, dan 4 mendefinisikan anak berkebutuhan khusus sebagai (1) anak yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial; (2) anak yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa; dan (3) anak di daerah terpencil atau terbelakang serta masyarakat adat yang terpencil sehingga mereka semua berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Selain cakupan tersebut di atas, konsep PDBK dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu PDBK yang bersifat sementara (temporer) dan PDBK yang bersifat menetap (permanent). PDBK yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. PDBK yang bersifat menetap atau permanent adalah anak-anak yang mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, antara lain: anak yang kehilangan fungsi penglihatan, pendengaran, dan gangguan perkembangan intelektual.

Untuk memudahkan guru dalam mengenali keberagaman peserta didik berkebutuhan khusus berdasarkan pada UU No. 20/2003 tersebut, maka dalam panduan ini keberagaman peserta didik berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi sebagai berikut. Yaitu 1) Peserta didik dengan hambatan penglihatan/ Tunanetra, 2) Hambatan pendengaran/Tunarungu, 3) Hambatan intelektual/Tunagrahita, 4) Hambatan fisik motorik/Tunadaksa, 5) Hambatan emosi dan perilaku, 6) Lamban belajar (slow learner), 7) Berkesulitan belajar spesifik (specific learning disability), 8) Cerdas istimewa dan bakat istimewa, 9) Autistic spectrum disorders (ASD), 10) Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD).

 

Mungkin Anda juga menyukai