Model Pembelajaran Pada Mata Pelajaran Tertentu

Selain model-model pembelajaran yang telah dibahas di atas, masih banyak model-model pembelajaran lain, seperti model khusus yang digunakan oleh mata pelajaran tertentu seperti Bahasa Inggris dengan model Task Based Learning (TBL), atau model yang dikembangkan dalam mata pelajaran Ekonomi yaitu “Two stay and two stray”, atau model pembelajaran berbasis portofolio untuk mata pelajaran Sosiolosi, Antropologi, Ekonomi, Geografi, Pendidikan Agama Islam, Kimia dan Biologi. Model khusus lainnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan menggabungkan tiga pendekatan yaitu pedagogi genre, saintifik, dan Content and Language Integrated Learning (CLIL).
Model ini bertujuan untuk mencapai kompetensi berbahasa siswa secara optimal, dan dapat mengembangkan konsep Pedagogical Content Knowledge, yaitu model yang memadukan antara pemahaman materi ajar (content knowledge) dan pemahaman cara mendidik (pedagogical knowledge) yang berbaur menjadi satu yang perlu dimiliki oleh seorang guru. Alur utama model adalah pedagogi genre dengan 4M (Membangun konteks, Menelaah Model, Mengonstruksi Terbimbing, dan Mengonstruksi Mandiri).
Kegiatan mendapatkan pengetahuan (KI-3) dapat dilakukan melalui pembelajaran dengan pendekatan berbasis keilmuan berupa kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Pengembangan keterampilan (KI-4) dilanjutkan dengan langkah mengonstruksi terbimbing dan mengonstruksi mandiri.
Pendekatan CLIL ini juga merupakan pendekatan yang digunakan untuk memperkaya pembelajaran dengan prinsip:
a) isi (konten) teks, berupa model atau tugas bermuatan karakter dan pengembangan wawasan serta kepedulian sebagai warganegara dan sebagai warga dunia;
b) unsur kebahasaan (komunikasi) menjadi unsur penting untuk menyatakan berbagai tujuan berbahasa dalam kehidupan;
c) setiap jenis teks memiliki struktur berpikir (kognisi) yang berbeda-beda yang harus disadari agar komunikasi lebih efektif; dan
d) budaya (kultur) berbahasa; berkomunikasi yang berhasil harus melibatkan etika, kesantunan berbahasa, dan budaya (antarbangsa, nasional, dan lokal).
Selain yang telah diuraikan di atas, masih ada model pembelajaran lain seperti yang dikembangkan oleh seorang ahli fisika dan guru besar Harvard University Eric Mazur (1997) mengembangkan suatu model pembelajaran yang “membalikan” situasi atau kebiasaan yang dilakukan seorang guru, model ini dikenal dengan model Peer Instruction.
Model Peer Instruction melaksanakan pembelajaran yang tidak biasa, bisa saja diawali dengan tugas kepada siswa untuk membaca atau mempelajari materi tersebut sebelumnya, atau dimulai dengan pertanyaan yang harus dikerjakan oleh siswa sebelum pembelajaran.
Kegiatan pembelajaran di dalam kelas dapat dilakukan melalui diskusi berpasangan, diskusi kelompok, atau diskusi kelas yang dipimpin oleh salah saorang siswa sebagai mentor atau instruktur. Guru dapat memberikan pertanyaan yang disebut dengan Concept Test (CT) berkaitan dengan kesulitan-kesulitan yang dihadapai siswa dalam menjawab pertanyaan atau membaca bahan ajar yang diberikan. Untuk pertanyaan yang diajukan, Eric Mazur menyarankan hal-hal sebagai berikut;

  1. Instruktur mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan respon siswa terhadap bahan yang dipelajari sebelumnya.
  2. Siswa merefleksi pertanyaan yang diajukan.
  3. Siswa membuat “persetujuan” terhadap satu jawaban individu.
  4. Instruktur mereview semua respon siswa.
  5. Siswa mendiskusikan cara-cara dalam membuat jawaban dengan pasangannya.
  6. Siswa kembali membuat “persetujuan” terhadap satu jawaban individu.
  7. Instruktur kembali membuat review dari semua respon yang diberikan, dan membuat keputusan apakah masih perlu penjelasan tentang suatu konsep yang dibicarakan sebelum melangkah ke diskusi konsep selanjutnya.

Perlu diperhatikan bahwa Peer Instruction lebih menekankan siswa untuk belajar antar sesamanya, sehingga di antara mereka akan terjadi diskusi atau pembelajaran interaktif dengan menggunakan bahasanya sendiri yang mereka gunakan sehari-hari.

Besar kemungkinan akan terjadi “kegaduhan” di luar kebiasaan yang dilakukan guru pada umumnya. Peer Instruction  memberikan kebebasan  kepada siswa untuk menjelaskan suatu pengetahuan, atau konsep, kejadian yang diterima/dialami siswa, sesuai dengan pemahamannya sendiri.
Langkah-langkah pembelajaran dengan model Peer Instruction sebagai berikut.
a. Persiapan

  1. Menyiapkan bahan atau materi pembelajaran yang akan didiskusikan dalam pelaksanaan peer, yang dapat dilaksanakan secara berpasangan atau kelompok. Bahan tersebut dapat berupa pertanyaan untuk tes (Concept Test atau CT), bacaan, masalah nyata, atau film.
  2. Menyiapkan pertanyaan atau tugas berkaitan dengan bahan maupun materi yang memerlukan proses berfikir, dan tidak hanya memiliki jawaban pasti, sehingga siswa dapat menggunakan daya nalarnya sesuai kemampuannya.
  3. Mengembangkan petunjuk apa yang harus dikerjakan siswa secara individu, berpasangan,atau dalam kelompok.

b. Pelaksanaan

  1. Pada kegiatan pembelajaran didalam kelas, siswa berinteraksi antar sesamanya, dengan menggunakan petunjuk yang dikembangkan, guru hanya bertindak sebagai mentor. Kunci keberhasilan dari kegiatan tersebut adalah frekuensi dan interaksi yang penuh dengan daya nalar, dan terjadinya belajar melalui pengalaman dengan komunikasi secara fisik diantara sesamanya.
  2. Jika pembelajaran dimulai dengan CT, maka setelah mengerjakan soal, siswa dapat menjelaskan kepada teman sebangkunya tentang cara nalar atau cara pikir yang dia kerjakan sehingga memperoleh jawaban masing-masing dan terjadi diskusi kecil.
    Pada kegiatan tersebut memungkinkan pasangan lain ikut berdiskusi, sehingga dapat berkembang menjadi diskusi kelompok.
  3. Jika kegiatan tidak dimulai dengan CT, guru dapat memulai pembelajaran dengan mengajukan sebuah pertanyaan yang harus diselesaikan sendiri kemudian didiskusikan dengan teman sebangkunya sebelum menyusun jawaban akhir. Guru dapat meminta salah seorang siswa untuk menjelaskan alur pikir dalam menjawab pertanyaan yang diajukan dalam kelas, sehingga akan terjadi diskusi kelas.
    Penjelasan tersebut dapat berupa presentasi atau demonstrasi dengan menggunakan perangkat IT.
  4. Kegiatan diskusi dapat dilakukan di kelas atau di luar kelas, sesuai dengan materi atau kondisi yang direncanakan.
  5. Membuat rangkuman hasil pembelajaran yang dikemukakan oleh siswa, guru bertindak sebagai fasilitator dan pengarah (jika diperlukan).
Daftar Pustaka:
Direktorat PSMA (2017). Model-model Pembelajaran. Jakarta: Kemdikbud

 

Mungkin Anda juga menyukai