Bagaimana Menilai Berpikir Tingkat Tinggi?

Bagaimana Menilai Berpikir Tingkat Tinggi? Seperti halnya dalam penyusunan instrumen penilaian secara umum, penyusunan penilaian keterampilan berpikir tingkat tinggi juga melibatkan tiga hal prinsip, yaitu: 1) Menentukan secara jelas apa yang akan dinilai; 2) Menyusun tugas atau soal tes; dan 3) Menentukan kriteria penguasaan hal yang dinilai. Dalam penyusunan penilaian berpikir tingkat tinggi, terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu: 1) menggunakan stimulus ; 2) menggunakan konteks yang baru; dan 3) membedakan antara tingkat kesulitan dan kompleksitas proses berpikir.

Prinsip Penyusunan Instrumen Penilaian Secara Umum

Menentukan secara jelas apa yang akan dinilai

Dalam menyusun instrumen, tidak cukup hanya menentukan topik atau materi yang akan dinilai, perlu juga ditentukan lebih spesifik proses berpikir apa yang akan dinilai untuk materi tertentu.
Sebagai contoh untuk IPA, kemampuan untuk mengelompokkan tumbuhan berdasarkan ciri-ciri hasil pengamatan/ciri-ciri yang disajikan berbeda dengan kemampuan untuk menentukan ciri-ciri tumbuhan tertentu. Pada hal yang kedua proses berpikir yang dituntut hanya mengingat ciri dari suatu tumbuhan, sedangkan pada hal yang pertama, mengingat ciri-ciri dari tumbuhan tertentu saja tidak cukup, peserta didik perlu mengidentifikasi karakteristik pada beberapa tumbuhan yang disajikan. Demikian pula pada bahasa, misalnya untuk materi puisi, perlu ditentukan apakah yang dinilai kemampuan menginterpretasi puisi ataukah menulis puisi.

Menyusun tugas atau soal tes yang harus dikerjakan

Tugas yang dirancang hendaknya sejalan dengan materi dan proses berpikir yang akan dinilai. Sebagai contoh, jika yang akan dinilai adalah kemampuan menginterpretasi puisi, namun tugas yang diberikan meminta peserta didik mengidentifikasi rima atau menulis puisi maka tugas tersebut tidak sesuai meskipun tugas menulis puisi menuntut proses berpikir tingkat tinggi.

Menentukan kriteria penguasaan hal yang dinilai dari hasil pelaksanan tugas atau tes.

Setelah menentukan tugas, pendidik perlu menentukan bukti apa yang akan digunakan untuk menunjukkan peserta didik telah mencapai atau belum mencapai target. Dalam menilai formatif, pendidik perlu menginterpretasi hasil kerja peserta didik dan memberikan umpan balik sejauh mana capaiannya, apa yang harus dilakukan. Dalam penilaian sumatif untuk pemberian nilai, pendidik perlu menyusun pedoman untuk menskor hasil kerja peserta didik, sehingga capaian skor memberi informasi yang bermakna.

Prinsip Penyusunan Instrumen Penilaian Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi

Menggunakan stimulus

Stimulus dapat berupa teks, gambar, skenario, tabel, grafik, wacana, dialog, video, atau masalah. Stimulus berfungsi sebagai media bagi peserta didik untuk berpikir. Tanpa adanya stimulus, soal cenderung menanyakan atau menilai ingatan. Stimulus yang digunakan hendaknya yang positif, dalam arti tidak menimbulkan efek negatif misalnya menyudutkan kelompok tertentu, atau memberikan penguatan untuk perilaku negatif. Bila memungkinkan stimulus yang digunakan hendaknya edukatif, memberi wawasan, pesan moral dan inspirasi kepada peserta.
Sebagai contoh, teks atau grafik yang menunjukkan besarnya jumlah makanan tersisa dari suatu restoran atau dari suatu pesta dapat memberikan wawasan dan pesan kepada peserta tentang penghamburan makanan yang seharusnya tidak terjadi.

Menggunakan konteks yang baru

Konteks yang baru yang dimaksud adalah konteks soal secara keseluruhan, dapat berupa materi atau rumusan soal. Agar dapat berfungsi sebagai alat yang mengukur berpikir tingkat tinggi, soal hendaknya tidak dapat dijawab hanya dengan mengandalkan ingatan. Bila suatu konteks soal sudah familiar karena sudah dibahas di kelas atau merupakan pengetahuan umum, dalam menjawab peserta didik tidak lagi berpikir tetapi hanya mengingat.
Sebagai contoh, soal yang meminta peserta didik untuk mengkritisi karya penulis A berdasarkan aspek atau sudut pandang tertentu merupakan soal yang tampaknya mengukur /menilai keterampilan berpikir tingkat tinggi. Namun karena di kelas atau di buku pelajaran hal tersebut telah kerap dibahas maka sebenarnya untuk dapat menjawab soal tersebut, peserta didik tidak perlu berpikir kritis, melainkan cukup mengingat. Soal dengan konteks yang baru dan belum pernah dibahas sebelumnya, menuntut peserta didik tidak hanya menjawab dengan mengingat tetapi menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi karena mengkritisi karya tersebut.

Membedakan tingkat kesulitan dan kompleksitas proses berpikir

Tingkat kesulitan dan proses berpikir merupakan dua hal yang berbeda. Soal yang mengukur ingatan dapat mudah dan dapat juga sulit, demikian pula soal yang mengukur berpikir tingkat tinggi juga dapat mudah dan dapat sulit, tergantung pada kompleksitas pertanyaan atau tugas. Contohnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Proses BerpikirMudahSulit
MengingatSiapakah nama presiden pertama negara Republik Indonesia?Siapakah presiden Republik Indonesia yang membuka konferensi Non-Blok ke-16?
MenerapkanAndi berlari mengelilingi lapangan berbentuk persegi panjang dengan ukuran 28 × 15 . Berapakah total jarak yang telah ditempuh Andi setelah mengelilingi lapangan tersebut sebanyak 2 kali?Pak Bagas ingin memagari kebun miliknya yang berbentuk persegi panjang berukuran 12,93 ×9,18 . Biaya pemagaran adalah Rp15.750,00 per meter. Apabila Pak Bagas mendapatkan diskon sebesar 39% atas biaya pemagaran tersebut, berapakah nominal uang yang harus dikeluarkan oleh Pak Bagas?
Berpikir tingkat tinggiMengapa Sari meminjamkan buku kepada Dini meskipun dia mengetahui bahwa Dini lah yang menyebabkan dia celaka?Bagaimana keputusan yang akan diambil oleh Sinta? Apa yang mendasari keputusannya? Tunjukkan bagian teks yang mendukung hal tersebut!

sumber: Abduh, Moch. (2019). Panduan Penulisan Soal HOTS-Higher Order Thinking Skills. Jakarta: Pusat Penilaian Pendidikan.

Mungkin Anda juga menyukai