Karakteristik Kegiatan Kokurikuler

Karakteristik kegiatan kokurikuler bersifat fleksibel dan kontekstual, serta dapat dilaksanakan dalam berbagai bentuk sesuai kebutuhan dan kekhasan satuan pendidikan. Namun demikian, kegiatan okurikuler tidak dirancang secara acak atau sekadar tambahan kegiatan. Kegiatan harus berangkat dari identifikasi dimensi profil lulusan yang ingin dikuatkan atau diperdalam.

Dengan menentukan terlebih dahulu aspek dimensi profil lulusan yang menjadi fokus, satuan pendidikan dapat merancang kegiatan kokurikuler yang relevan dan berdampak. Sebuah kegiatan dapat dikembangkan sebagai bagian dari kokurikuler jika bertujuan untuk memperkuat delapan dimensi profil lulusan, menunjang kegiatan intrakurikuler baik secara langsung maupun tidak langsung, serta memberi pengalaman belajar yang bermakna dan kontekstual bagi murid.

Dalam konteks ini, kokurikuler dapat dilaksanakan dalam tiga cara, yaitu: 1) pembelajaran kolaboratif lintas disiplin ilmu; 2) Gerakan Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat (7 KAIH); dan/atau 3) cara lainnya. Cara lainnya mengacu pada kurikulum satuan pendidikan dan/atau kebijakan pemerintah.

Satuan pendidikan dapat memilih cara pelaksanaan kokurikuler disesuaikan dengan analisis potensi dan kebutuhan. Kriteria kegiatan kokurikuler adalah:

  1. Memiliki tujuan untuk memperkuat satu atau lebih dari delapan dimensi profil lulusan.
  2. Mengembangkan tema sebagai muatan pembelajaran yang relevan dengan konteks sosial budaya dan karakteristik murid.3. Mengelola alokasi waktu secara fleksibel mengacu pada struktur kurikulum yang berlaku.
  3. Mengembangkan rangkaian kegiatan secara terencana (memuat tujuan, langkah-langkah elaksanaan, dan asesmen).

Satuan pendidikan dapat memanfaatkan atau mengadaptasi kegiatan yang selama ini sudah berjalan, dan/atau merencanakan kegiatan kokurikuler yang baru untuk mencapai delapan dimensi profil lulusan. Oleh karenanya, kegiatan kokurikuler seyogyanya didasarkan pada hasil refleksi dan memaksimalkan praktik baik kokurikuler yang sudah berjalan.

Misalnya, kegiatan kerja bakti satuan pendidikan dapat dikaitkan dengan nilai kolaborasi yang merupakan salah satu dari delapan dimensi profil lulusan melalui kebiasaan bermasyarakat (dalam 7 KAIH). Kuncinya adalah bagaimana kegiatan-kegiatan tersebut dirancang secara sadar, terencana, melibatkan murid secara aktif, dan terhubung dengan nilai-nilai yang ingin ditanamkan. Dengan demikian, kokurikuler menjadi ruang yang hidup, bermakna, dan menyatu dalam keseharian satuan pendidikan—bukan sekadar agenda tambahan, melainkan bagian dari upaya bersama untuk membentuk generasi yang sehat, cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi masa depan.

Mungkin Anda juga menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *